Memberantas kemiskinan. Apa yang ada di benak Anda ketika gagasan ini muncul dalam benak? Sesederhana memajukan pendidikan di Indonesia? Sudah biasa. Kritisi pemerintah untuk pemerataan distribusi pendapatan dan menaikkan angka UMR? Apalagi. Kemiskinan, sama seperti korupsi di Indonesia, nyatanya telah menjadi lingkaran setan yang tidak akan ada habisnya. Bicara tentang kemiskinan, mungkin inilah borok yang jadi busuk di organ tubuh negara kita. Bagaimana tidak? Kemiskinan mengarah pada kemerosotan banyak aspek lain dalam kehidupan dan keseharian masyarakat. Sadarkah kita bahwa tingkat kriminalitas yang tinggi, ledakan penduduk miskin tanpa pendidikan yang akhirnya termarginalisasi dalam masyarakat, atau buruknya kesehatan masyarakat pinggiran yang dibiarkan tanpa pengobatan akibat keterbatan biaya akhirnya menjadi cacat yang membuat negara terseok-seok dalam usahanya untuk maju?

Menurut Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan absolut di Indonesia perlahan-lahan berkurang sejak tahun 2006. Belum genap 10 tahun berjalan, angka kemiskinan absolut turun dari 39 juta hingga 28 juta pada tahun 2014. Tentu saja bukan perubahan langsung yang signifikan mengingat banyaknya jumlah masyarakat Indonesia, tetapi bukankah kita melihat adanya harapan? Apalagi penurunan jumlah penduduk miskin ini termasuk yang tercepat dibandingkan negara lainnya di tingkat dunia. Angka ini masih terus bisa ditekan, selama Indonesia tidak cepat puas dengan hasil dan pencapaiannya. Lagipula, bukankah kemiskinan sifatnya relatif? Dengan semakin tingginya harga kebutuhan dan bahan pokok, angka kebutuhan masyarakat pun semakin tinggi. Tetapi melihat data yang tercatat di Bank Dunia dan BPS, seharusnya angka tersebut berbanding lurus juga dengan semakin mampunya masyarakat miskin dalam hal pemenuhan kehidupan guna menunjang eksistensi mereka.

Program pemberantasan kemiskinan atau bantuan bagi masyarakat miskin dewasa ini marak kita lihat dalam berbagai penyuluhan atau iklan layanan masyarakat. Perpres no. 15 tahun 2010 secara jelas membahas tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dengan tujuan menurunkan angka kemiskinan 8-10% pada akhir tahun 2014. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar seperti KJP (Kartu Jakarta Pintar), BPJS, dan lain-lain tak dapat dipungkiri sangat membantu. Tetapi hal tersebut bersifat eksternal, hanya untuk menutupi kesulitan akses karena finansial masyarakat dan bukan mencabut persoalan kemiskinan sampai pada akarnya. Sementara dalam rangka mengentas kemiskinan sekaligus memperbaiki kondisi ekonomi negara, Indonesia perlu hal yang lebih dari itu.

Salah satunya dengan visi yang sempat dikemukakan oleh Bapak Presiden RI, Joko Widodo dalam salah satu pidato kenegaraannya untuk mewujudkan ekonomi kreatif Indonesia. Artinya rakyat diberikan bantuan sebagai modal awal untuk memulai usaha kreatif mereka. Bukan hanya memperluas kesempatan dan membuka lapangan kerja, ekonomi kreatif juga mendorong masyarakat untuk semakin berani berinovasi dan mengambil resiko. Oleh karenanya, tidak ada lagi ketergantungan akan investasi perusahaan asing atau multi nasional company, dan semakin banyaknya perusahaan dalam negri bertaraf internasional yang juga berperan dalam memajukan kondisi ekonomi negara nantinya. Tidak hanya itu, masyarakat juga harus menyadari bahwa minat dan kemampuan mereka didukung 100% oleh pemerintah.

Mewujudkan Indonesia yang bebas dari kemiskinan memang bukan perkara mudah. Butuh waktu dan proses yang harus dilewati dengan sabar. Tentunya dengan birokrasi yang bersih dan visi yang sama untuk mengentaskan kemiskinan, meski terasa sulit dari segi prosedural, bukan berarti mustahil terwujud untuk Indonesia yang lebih baik. (Stefany Chandra)